BANDUNG-Ketua DPD Partai Golkar Jabar terpilih, baik tingkat I maupun tingkat II, tidak akan secara otomatis dicalonkan menjadi gubernur pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) mendatang. Hal ini sudah menjadi keputusan DPP Partai Golkar untuk hanya mencalonkan kadernya yang paling populer di mata masyarakat daerah masing-masing.
Demikian ditegaskan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie dalam jumpa pers seusai membuka Musyawarah Daerah (Musda) VIII Partai Golkar Jabar di Hotel Savoy Homann Bandung, Minggu (29/11). "Meski hanya pengurus partai biasa, seorang kader yang populer di mata masyarakat, bisa dicalonkan dalam pilkada dan akan didukung oleh DPP," ungkapnya.
Aburizal mengatakan, keputusan itu diambil DPP Partai Golkar mengingat pemilih di Indonesia sekarang ini lebih menyukai calon yang populer. "Hal ini berlaku juga untuk pemilu 2014 mendatang. Target kita adalah menang, jadi calon populer yang disukai masyarakatlah yang akan didorong untuk maju," katanya.
Khusus untuk Jabar, kata Aburizal, munculnya empat nama calon Ketua DPD yang baru adalah sinyal positif yang menunjukkan kemajuan demokrasi di Jabar. "Saya harap meski calonnya banyak, keputusan bisa diambil dengan musyawarah untuk mufakat. Jika memang tidak mungkin lagi, silahkan lakukan pemungutan suara dan itu sah," tuturnya.
Yang terpenting, lanjutnya, siapapun ketua DPD terpilih nantinya, harus bisa merangkul yang kalah. Sebaliknya, yang kalah bisa mendukung yang menang. Dengan demikian semua tetap bahu membahu menyusun program kerja yang menarik agar bisa menjadikan kembali Jabar sebagai lumbung suara bagi Partai Golkar pada pemilu 2014.
"Pemilih sekarang ini tidak bisa diatur untuk memilih satu partai. Mereka akan memilih karena menyukai program kerja partai, jadi inilah yang harus ditelurkan pada Musda di semua daerah. Dengan program yang menarik, diharapkan Golkar bisa berjaya di pemilu selanjutnya," kata Aburizal.
Posting Komentar
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi SUARAPUBLIC. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan