Tahanan Korupsi Tewas di Lapas

SUARAPUBLIC - Tragis benar nasib Sahala Marbun ini. Terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan irigasi D1 Lais, Kuro Tidur, Bengkulu Utara senilai Rp9,22 miliar TA 2007 dan 2008 itu meninggal dunia di kamar nomor 5 Lapas Kelas II A Mallebro Bengkulu.

Selama ini, kamar itulah yang menjadi tempat tinggalnya setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Menurut hasil pemeriksaan medis, Sahala Marbun meninggal akibat serangan jantung yang dideritanya. Sebelumnya, Sahala sudah mengeluhkan penyakitnya malam sebelum meninggal kepada petugas Lapas.

Bahkan keluarga sempat meminta Sahala dibawa ke rumah sakit. Namun tidak dapat izin pihak Lapas, dikarenakan tidak ada surat izin dari pihak pengadilan atau kejaksaan Tinggi Bengkulu.



Kepala Lapas Mallebro Fajar Nurcahyo mengatakan, tidak dapat mengeluarkan tahanan tanpa ada surat izin dari pihak kejaksaan atau pengadilan. Dia mengakui pihak keluarga korban sudah meminta izin, agar Sahala segera diobati. Namun pihak lapas belum bisa memberikan izin tanpa surat dari pihak kejaksaan atau pengadilan.

Pagi hari berdasarkan keterangan penjaga dan teman satu sel, bahwa keadaan korban sudah mulai membaik dan sempat minum teh. Sekitar pukul 11.30 WIB, Jumat (26/2), Fajar mendapat kabar dari penjaga yang piket, bahwa keadaan Salaha kembali memburuk dan mengalami sesak napas.

Kepada salah seorang keluarga korban di rumah sakit, Kasi Pidsus Kejari Wenharnol mengatakan, bahwa korban tersebut bukan tahanan kejaksaan tetapi tahanan hakim, karena masih dalam proses persidangan.

Salah satu keluarga korban, Sitompul, yang ikut menjemput jenazah sangat menyayangkan kejadian yang menimpa kerabatnya itu. Seharusnya korban mungkin bisa diselamatkan kalau saja malam sebelum kejadian korban segera dilarikan ke rumah sakit.

“Seharusnya pihak Kejaksaan memberikan wewenang kepada pihak Lapas dengan alasan kemanusiaan untuk memberikan izin kapada tahanan yang memang sudah sakit dibawa ke rumah sakit. Apalagi, di Lapas tidak memiliki dokter dan sarana kesehatan yang memadai untuk menangani tahanan yang sakit parah. Kami sudah mendatangi Lapas tapi sayang pihak lapas, tidak memiliki wewenang untuk memberikan izin tahanan berobat malam. Nanti, semua tahanan yang sakit bisa mati di lapas. Kalau untuk mendapatkan izin berobat saja urusannya berbelit-belit, yang kita pertanyakan apa tidak ada toleransi bagi tahanan sakit parah," beber Sitompul.(*)
Share this article :
Share |
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. LINTAS NUSANTARA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger