Polisi Pengawas Syariat Terlibat Perkosaan

SUARAPUBLIC - Aliansi Masyarakat Pemerhati hak perempuan mengutuk keras tindakan perkosaan, diduga dilakukan oleh tiga oknum polisi pengawas syariat Islam atau Wilayatul Hisbah (WH) di Kota Langsa, Provinsi NAD. Seorang perempuan menjadi korban, ketika sedang diamankan di ruang tahanan, Jumat (8/1).

Sang korban, sebut saja Harum diamankan di ruang tahanan WH, karena tertangkap bersama teman prianya di Jalan Lingkar PTPN-I Langsa, Kamis (7/1). Berdasarkan pasal 1 UU No 5 Tahun 1998, tindak kekerasan termasuk perkosaan yang dilakukan oleh aparat negara dalam kapasitas resminya terhadap tersangka/tahanan, merupakan bentuk penyiksaan dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Aktivis perempuan, Norma Manalu kepada wartawan menyatakan, tindak perkosaan bukan saja perbuatan biadab yang melanggar syariat Islam, tapi juga perbuatan kriminal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serta mengakibatkan hancurnya harga diri, martabat dan masa depan korban.




Menurut Norma, mengingat perkosaan terhadap perempuan yang diduga melakukan khalwat bukan pertama sekali terjadi di Aceh, maka aliansi pemerhati hak perempuan, mendesak Kapolres dan Kajari Kota Langsa mengusut tuntas kasus ini, sekaligus dan melimpahkannya ke pengadilan.

Sedangkan kepada hakim di Pengadilan Negeri (PN) Langsa, aliansi pemerhati hak perempuan meminta supaya tiga pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya. Begitu pula, Kepala Satpol PP/WH Kota Langsa harus memberikan sanksi pemecatan terhadap oknum WH yang melakukan tindak pidana dan pelanggaran syariat itu.

Norma mengatakan, selaku aparat penegak hukum, WH seharusnya dapat menegakkan hukum dengan benar dan menjadi panutan masyarakat. Berdasarkan Qanun No.11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam Bab VI tentang pengawasan, penyidikan dan penuntutan pasal 14 ayat 3 dan 4, jika menemukan terjadinya pelanggaran syariat Islam, maka WH memiliki kewenangan untuk menegur dan menasehati si pelanggar.

Jika si pelanggar tidak berubah, maka WH berhak menyerahkan kasus tersebut kepada pejabat penyidik. Berdasarkan Qanun tersebut, WH sama sekali tak mempunyai wewenang untuk menahan tersangka. Tindakan penahanan yang dilakukan oleh WH terhadap seseorang yang diduga melanggar syariat Islam adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum dan melampaui batas kewenangan.

Selain itu, pasal 20 ayat 1 Qanun No. 6 tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan menegaskan, bahwa seluruh perempuan Aceh yang menghadapi masalah hukum, wajib diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.(*)
Share this article :
Share |
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. LINTAS NUSANTARA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger